Hakikat Dan Ragam Bahasa

A.       HAKIKAT BAHASA Sebelum memahami apa hakikat bahasa, sebaiknya kita memahami apa makna hakikat sebenarnya agar tidak muncul kes...

A.      HAKIKAT BAHASA

Sebelum memahami apa hakikat bahasa, sebaiknya kita memahami apa makna hakikat sebenarnya agar tidak muncul kesalahpahaman antara mengartikan makna hakikat dengan pengertian. Arti dari kata hakikat jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (Ali, 1990) memiliki pengertian initisari atau dasar. Jadi, hakikat bahasa  dapat kita artikan atau pahami sebagai suatu hal yang mendasari dari bahasa itu sendiri.

Disamping itu, menurut Kridalaksana (1983), bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri.

Hakikat bahasa Indonesia sendiri tentang bahasa adalah bahasa sebagai sarana interaksi sosial, bahasa adalah ujaran, bahasa memiliki dua bidang, yaitu yang pertama, bunyi yang dihasilkan oleh alat-alat ucap yaitu getaran yang bersifat fisik yang merangsaang alat pendengaran, dan yang kedua, arti atau makna adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabakan reaksi, setiap struktur bunyi ujaran tertentu mempunya arti tertentu pula, bahasa sebagai alat komunikasi mengandung beberapa sifat, yaitu sistematik, arbitrer, ujar, dan manusiawi.

Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Machfudz (2000) tentang rumusan dari hakikat Bahasa Indonesia, hakikat Bahasa Indonesia adalah : Bahasa sebagai simbol ; Bahasa sebagai bunyi ujaran ; Bahasa bersifat arbitrer ; dan Bahasa bersifat konvensional.

Berikut merupakan beberapa hal yang menjadi dasar atau intisari yang menjadi bagian dari hakikat bahasa:

1.       BAHASA SEBAGAI SIMBOL

Simbol merupakan sesuatu hal yang dapat mewakilkan sebuah ide, perasaan, pikiran, benda, dan tindakan secara arbitrer. Simbol bersifat arbitrer, artinya simbol itu tak memiliki hubungan langsung yang bersifat wajib antara lambang dengan apa yang dilambangkan atau dengan kenyataan yang menjadi acuan dari simbol itu.
Contoh :
/p-e-n-a/
Kumpulan dari 4 huruf diatas yang dibaca maka akan menjadi kata pena, tidak memiliki hubungan dengan bentuk pena, penggunaanya, ataupun penggambaran pena itu sendiri. Hal itulah bersifat arbitrer atau pemberian simbol terhadap sesuatu yang akan menjadi acuan dari simbol itu dapat diberikan sesukanya atau manasuka sesuai dengan kesepakatan bersama dari pemakai bahasa dari kata—simbol itu.

Kata merupakan simbol arbitrer. Kata adalah bagian dari simbol yang hidup dan digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu untuk melakukan komunikasi satu sama lain.

Lambang atau simbol atau tanda dengan berbagai seluk beluknya dikaji orang dalam kegiatan ilmiah dalam bidang kajian yang disebut ilmu semiotika atau semiologi, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia, termasuk bahasa. Dalam semiotika atau semiologi (yang di Amerika ditokohi oleh Charles Sanders Peirce dan di Eropa oleh Fendinand de Saussure) dibedakan adanya beberapa jenis tanda, yaitu, antara lain tanda (sign), lambing (simbol), sinyal (signal), gejala (symptom), gerak isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon.

Tanda selain dipakai sebagai istilah generik dari semua yang termasuk kajian semiotika juga sebagai salah satu dari unsur spesifik kajian semiotika itu, adalah suatu atau sesuatu yang dapat menandai atau mewakili ide, pikiran, perasaan, benda, dan tindakan secara langsung dan alamiah. Misalnya, kalau di kejauhan tampak ada asap membumbung tinggi, maka kita tahu bahwa di sana pasti ada api, sebab asap merupakan tanda akan adanya api itu.
Berbeda dengan tanda, lambang atau simbol tidak bersifat langsung dan alamiah. Lambing menandai sesuatu yang lain secara konvensional, tidak secara alamiah dan langsung. Karena itu lambang sering disebut bersifat arbiter, sebaliknya, tanda serperti yang sudah dibicarakan di atas, tidak bersifat arbiter. Oleh karena itulah, Earns Cassier, seorang sarjana dan filosof mengatakan bahwa manusia adalah makhluk bersimbol (animal symbolicum). Hampir tidak ada kegiatan yang tidak terlepas dari symbol. Termasuk alat komunikasi verbal yang disebut bahasa. Satuan-satuan bahasa, misalnya kata, adalah symbol atau lambang.

Tanda-tanda itu adalah sinyal gerak isyarat (gesture), gejala, kode, indeks, dan ikon. Yang dimaksud dengan sinyal atau isyarat adalah tanda yang disengaja yang dibuat oleh pemberi sinyal agar si penerima sinyal melakukan sesuatu.

2.       BAHASA SEBAGAI BUNYI UJARAN
Kata bunyi, yang sering sukar dibedakan dengan kata suara, sudah biasa kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Secara teknis, menurut Kridalaksana (1983) bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan-perubahan dalam tekanan udara. Bunyi bahasa atau bunyi uajaran (speech sound) adalah satuan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang di dalam fonetik diamati sebagai “fon” dan di dalam fonemik sebagai “fonem”.

Tetapi juga tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa. Menurut H.G. Brown (1987), bahasa adalah suatu sistem komunikasi menggunakan bunyi yang diucapkan melalui organ-organ ujaran dan didengar di antara anggota-anggota masyarakat, serta menggunakan pemrosesan simbol-simbol vokal dengan makna konvensional secara arbitrer.

Bahasa sebagai ujaran mengimplikasikan bahwa media untuk berkomunikasi yang paling penting adalah bunyi ujaran sebagai dasar yang paling penting untuk berinteraksi menggunkan bunyi. Setiap struktur bunyi ujaran tertentu akan mempunyai arti tertentu pula. Bunyi dari ujaran sebagai sebuah bahasa yang memiliki arti dan makna tertentu itulah yang membedakan manusia dari mahluk lainnya.

Bahasa merupakan alat komunikasi yang berupa sistem lambang bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia. Bahasa terdiri atas kata-kata atau kumpulan kata. Masing-masing mempunyai makna, yaitu, hubungan abstrak antara kata sebagai lambang dengan objek atau konsep yang diwakili kumpulan kata atau kosakata itu oleh ahli bahasa disusun secara alfabetis, atau menurut urutan abjad,disertai penjelasan artinya dan kemudian dibukukan menjadi sebuah kamus.
Berikut ini beberapa pengertian bahasa menurut para ahli :
a. Harimurti Kridalaksana (1985:12)
Menyatakan bahwa bahasa adalah sistem bunyi bermakna yang dipergunakan untuk komunikasi oleh kelompok manusia.
b. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2001:88)
Bahasa adalah sistem bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
                        c. Finoechiaro (1964:8)                
Bahasa adalah sistem simbol vokal yang arbitrer yang memungkinkan semua orang dalam suatu kebudayaan tertentu, atau orang lain yang mempelajari sistem kebudayaan itu, berkomunikasi atau berinteraksi.
d. Carol (1961:10)
Bahasa merupakan sistem bunyi atau urutan bunyi vokal yang terstruktur yang digunakan atau dapat digunakan dalam komunikasi internasional oleh kelompok manusia dan secara lengkap digunakan untuk mengungkapkan sesuatu, peristiwa, dan proses yang terdapat di sekitar manusia.
e. I.G.N. Oka dan Suparno (1994:3)
Bahasa adalah sistem lambang bunyi oral yang arbitrer yang digunakan oleh sekelompok manusia (masyarakat) sebagai alat komunikasi.
f. Kamus Linguistik (2001:21)
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk kerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.
g. Gorys Keraf (1984:1 dan 1991:2)
Bahasa adalah komunikasi antar anggota masyarakat, berupa lambang bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
h. D.P. Tambulan (1994:3)
Bahasa adalah untuk memahami pikiran dan perasaan, serta menyatakan pikiran dan perasaan.
3.       BAHASA ITU BERMAKNA

Bahasa bersifat melambangkan sesuatu. Sesuatu yang dilambangkan itu di ujarkan melalui bunyi dengan ujaran tersebut. Saat simbol yang berupa bunyi berupa kata di ujarkan, didalamnya dapat melambangkan suatu pengertian, atau konsep, atau ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan. Maka suatu bunyi ujaran yang didalamnya melambangkan sesuatu adalah bahasa. Karena bahasa tersebut melambangkan sesuatu, maka didalam bahasa tersebut terdapat makna atau maksud yang ingin disampaikan oleh pengguna bahasa ini sendiri. Jika suatu ujaran yang tak memiliki makna, maka ujaran tersebut bukanlah bahasa.
Contoh :
[kuda], [makan], [rumah], [adil], [tenang] : bermakna = bahasa
[dsljk], [ahgysa], [kjki], [ybewl] : tidak bermakna = bukan bahasa
Makna yang berkenaan dengan morfem dan kata disebut makna leksikal; yang berkenaan dengan frase, klausa, dan kalimat disebut makna gramatikal; dan yang berkenaan dengan wacana disebut makna pragmatic, atau makna konteks.


4.       BAHASA ITU MANUSIAWI

Manusia memiliki alat komunikasi yaitu bahasa. Bahasa bersifat produktif dan dinamis. Maka, bahasa itu manusiawi, dalam arti bahasa itu hanya digunakan oleh manusia dan hanya milik manusia. Berbeda dengan hewan yang memiliki alat komunikasi yang bersifat tetap dan statis.
Kalau kita menyimak kembali cirri-ciri bahasa, yang sudah dibicarakan dimuka, bahwa bahasa itu adalah sistem lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, bersifat arbitrer, bermakna, dan produktif, maka dapat dikatakan bahwa binatang tidak mempunyai bahasa. Bahwa binatang dapat berkomunikasi dengan sesama jenisnya, bahkan juga dengan manusia, adalah memang suatu kenyataan. Namun, alat komunikasinya tidaklah sama dengan alat komunikasi manusia, yaitu bahasa.

Dari penelitian para pakar terhadap alat komunikasi binatang bisa disimpulkan bahwa satu-satuan komunikasi yang dimiliki binatang-binatang itu bersifat tetap. Sebetulnya yang membuat alat komunikasi manusia itu, yaitu bahasa, produktif dan dinamis, dalam arti dapat dipakai untuk menyatakan sesuatu yang baru, berbeda dengan alat komunikasi binatang, yang hanya itu-itu saja dan statis , tidak dapat dipakai untuk menyatakan sesuatu yang baru, bukanlah terletak pada bahasa itu dan alat komunikasi binatang itu, melainkan pada perbedaan besar hakikat manusia dan hakikat binatang. Manusia sering disebut-sebut sebagai homosapiens makhluk yang berpikir, homososio makhluk yang bermasyarakat, homofabel makhluk pencipta alat-alat dan juga animalrasionale makhluk rasional yang beerakal budi. Maka dengan segala macam kelebihannya itu jelas manusia dapat memikirkan apa saja yang lalu, yang kini, dan yang masih akan datang, serta menyampaikannya kepada orang lain melalui alat komunikasinya, yaitu bahasa. Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa alat komunikasi manusia yang namanya bahasa, adalah bersifat manusiawi, dalam arti hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh manusia.


5.       BAHASA ITU BERVARIASI
Setiap bahasa digunakan oleh sekelompok orang yang termasuk dalam suatu masyarakat bahasa. Yang termasuk dalam masyarakat bahasa adalah mereka merasa menggunakan bahasa yang sama. Jadi, kalau disebut masyarakat bahasa Indonesia adalah semua orang yang merasa memiliki dan menggunakan bahasa Indonesia.

Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai status sosial dan berbagai latar belakang budaya yang tidak sama. Oleh karena itu, karena latar belakang dan lingkungannya yang tidak sama, maka bahasa yang mereka gunakan menjadi bervariasi atau beragam, dimana antara variasi atau ragam yang satu dengan yang lain sering kali mempunyai perbedaan yang besar.

Mengenai variasi bahasa ini ada tiga istilah yang perlu diketahui, yaitu idiolek, dialek, dan ragam. Idiolek adalah variasi atau ragam bahasa yang bersifat perseorangan. Setiap orang tentu mempunyai ciri khas bahasanya masing-masing. Kalau kita banyak membaca karangan orang yang banyak menulis, misalnya, Hamka, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamingway, atau Mark twain , maka kita akan dapat mengenali ciri khas atau idiolek pengarang-pengarang itu.

Dialek adalah variasi bahasa yang di gunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu. Variasi bahasa berdasarkan tempat ini lazim disebut dengan nama dialek regional , dialek area, atau dialek geografi. Sedangkan variasi bahasa yang digunakan sekelompok anggota masyarakat dengan status sosial tertentu disebut dialek sosial atau sosiolek.

Ragam atau ragam bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan, atau untuk keperluan tertentu. Untuk situasi formal digunakan ragam bahasa yang disebut ragam baku atau ragam standar, untuk situasi yang tidak formal digunakan ragam yang tidak baku atau ragam nonstandar. Dari sarana yang digunakan dapat dibedakan adanya ragam lisan dan ragam tulisan. Untuk keperluan pemakaiannya dapat dibedakan adanya ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa jujrnalistik, ragam bahasa sastra, ragam bahasa militer, dan ragam bahasa hukum. Ragam bahasa akan saya bahasa di sub judul selanjutnya.


6.       BAHASA MEMILIKI SIFAT-SIFAT

a.       Bahasa Bersifat  Arbitrer

Kata arbitrer bisa diartikan ’sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka’. Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. Ferdinant de Saussure (1966: 67) dalam dikotominya membedakan apa yang dimaksud signifiant dan signifie. Signifiant (penanda) adalah lambang bunyi itu, sedangkan signifie (petanda) adalah konsep yang dikandung signifiant.

Bolinger (1975) mengatakan, ‘seandainya ada hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya itu, maka seseorang yang tidak tahu bahasa tertentu akan dapat menebak makna sebuah kata apabila dia mendengar kata itu diucapkan. Kenyataannya, kita tidak bisa menebak makna sebuah kata dari bahasa apapun (termasuk bahasa sendiri) yang belum pernah kita dengar, karena bunyi kata tersebut tidak memberi ”saran” atau ”petunjuk” apapun untuk mengetahui maknanya’.

Arbiterer sendiri dalam pengertian studi bahasa memiliki makna manasuka, asal bunyi, atau tidak ada hubungan logis antara kata sebagai sombol dengan apa yang dilambangkan. Arbitrer berarti dipilih secara acak tanpa alasan sehingga ciri khusus bahasa tak dapat diperkirakan dengan tepat.
Contoh :
Indonesia : Penggaris
Inggris          : Ruler
Arab              : Mistar
Dari ketiga kata yang berasal dari tiga bahasa yang berbeda namun menyimbolkan satu benda diatas adalah sebuah kata yang menyimbolkan sesuatu tapi tak memiliki hubungan logis atau dipilih secara acak tanpa alasan khusus.

b.      Bahasa bersifat konvensional

Meskipun hubungan antara simbol bunyi dengan sesuatu yang menjadi acuan dari simbol itu bersift arbitrer, tetapi penggunaan dari simbol tersebut untuk suatu konsep tertentu seperti bahasa memiliki sifat konvensional. Konvensional sendiri dapat diartikan sebagai suatu pandangan atau tanggapan bahwa kata-kata sebagai penanda tidak memiliki hubungan intrinsik dengan objek, tetapi berdasarkan kebiasaan, kesepakatan, atau persetujuan masyarakay yang didahului pembentukan arbitrer. Tahapan awal adalah manasuka atau arbitrere, hasilnya akan disepakati oleh kelompok pengguna bahwa tersebut atau dikonvensikan, sehingga menjadi sebuah konsep yang terbagi bersama. Artinya, semua anggota masyarakat yang menggunakan bahasa itu mematuhi konvensi bahwa simbol tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya. Misalnya, sesuatu yang menjadi tempat benanung dan tinggal, dilambangkan dengan bunyi ‘rumah’, maka  masyarakat bahasa Indonesia yang menggunakan konsep ini harus mematuhinya. Jika tidak dipatuhi dan diganti dengan simbol lainnya, maka akan terjadi kesulitan antara antara anggota masyarakat yang menggunakan bahasa ini dalam komunikasi mereka saat ingin menyimbolkan hal yang diacu dalam bunyi ujaran—dalam konteks ini kita membcarakan ‘rumah’.

c.       Bahasa bersifat sistematik
Bahasa bersifat sistematik karena bahasa memiliki pola dan kaidah yang harus ditaati agar dapat digunakan dan dipahami oleh pemakainya.
Sistem sendiri memiliki makna teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. Sitem terbentuk oleh beberapa unsur yang satu dan yang lain yang saling berhubungan secara fungsional. Bahasa memiliki beberapa unsur yang secara teratur tersusun menurut pola tertentu dan membentuk suatu kesatuan.
Sebagai sebuah sistem,bahasa itu bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya bahasa itu tersusun menurut suatu pola, tidak tersusun secara acak. Sistemis artinya bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri dari sub-subsistem atau sistem bawahanatau dikenal juga dengan tataran linguistik. Tataran linguistik terdiri dari tataran fonologi, tataran morfologi, tataran sintaksis, tataran semantik, dan tataran leksikon.
d.      Bahasa bersifat dinamis
Bahasa tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Karena keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu selalu berubah, maka bahasa menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi dinamis. Perubahan itu dapat berupa pemunculan kata atau istilah baru, peralihan makna sebuah kata, dan perubahan-perubahan lainnya.

Karena keterkaitan dan keterikatan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya dalam manusia nya kegiatan manusia tidak tetap dan tidak berubah, maka bahasa itu juda menjadoi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi tidak statis. Karena itulah, bahas itu disebut dinamis.

Perubahahan yang paling jelas, dan paling banyak adalah pada bidang leksikon dan semantik. Barang kali, hamper setiap saat ada kata-kata baru muncul sebagai akibat perubahan dan ilmu, atau ada kata-kata lama yang muncul dengan makna baru. Hal ini juga dipahami, karen kata sebagai satuan bahasa terkecil, adalah sarana atau wadah untuk menampung suatu konsep yang ada dalam masyarakat bahasa. Dengan terjadinya perkembangan kebuidayaan, perkembang ilmu dan tekhnologi, tentu bermunculan konsep-konsep baru, yang tentunya disertai wadah penampungnya, yaitu kata-kata atau istilah-istilah baru.

Perubahan dalam bahasa ini dapat juga bukan terjadi berupa pengembangan dan perluasan, melainkan berupa kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami masyarakat bahasa yang bersangkutan. Berbagaio laasan sosial dan politik menyebabkan orang meninggalkan bahasanya, atau tidak lagi menggunakan bahasanya, lalu menggunakan bahasa lain. Di Indonesia, kabarnya telah banyak bahasa daerah yang telah ditinggalkan para penuturnya terutaam dengan alasan sosial. Jika ini terjadi terus menurus, maka pada suatu saat kelak banyak bahasa yang hanya ada beradadalam dokumentasi belaka, karena tidak ada lagi penuturnya.


e.      Bahasa bersifat produktif

Kata produktif adalah bentuk ajektif dari kata benda produksi. Arti produktif “ banyak hasilnya” atau lebih tepat “terus menerus menghasilkan” lalu, kalau bahasa itu dikatakan produktif, maka maksudnya, meskipun unsur-unsur itu terbatas, tapi dengan unsur-unsur dengan jumlahnya yang terbatas terdapat di luar satuan-satuan bahasa yang jumlahnya yang tidak terbatas, meski secara relative sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa.

Keproduktifan bahasa Indonesia dapat juga dilihat pada jmumlah yang dapat dibuat. Dengan kosa kata yang menurut Kamus Besar Huruf Bahasa Indonesia hanya berjumlah lebih kurang 60.000 buah, kita dapat membuat kalimat bahasa Indonesia yang mungkin puluhan juta banyaknya, termasuk juga kalimat-kalimat yang belum pernah ada atau pernah dibuat orang.

Keproduktifan bahasa memang ada batasnya dalam hal ini dapat dibedakan adanya dua macam keterbatasan, yaitu keterbatasan pada tingkat parole dan keterbatasan pada tingkat langue. Keterbatasan pada tingkat parole adalah pada ketidak laziman atau kebelum laziman bentuk-bentuk yang dihasilkan. Sedangkan pada tingkat langue keproduktifan itu dibatasi karena kaidah atau sistem yang berlaku.

Walaupun bahasa memiliki unsur-unsur yang terbatas, bahasa tetap dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang tak terbatas, meski secara relatif, sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu sendiri. Karena hal itulah bahasa memiliki sifat produktif. Misalnya, kita ambil fonem dalam bahasa Indonesia, /a/, /i/, /k/, dan /t/. Dari empat fonem tersebut dapat kita hasilkan satuan-satuan bahasa:
-       /i/-/k/-/a/-/t/ 
-       /k/-/i/-/t/-/a/
-       /k/-/i/-/a/-/t/
-       /k/-/a/-/i/-/t/
Contoh lainnya, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS. Purwadarminta bahasa Indonesia hanya mempunyai kurang lebih 23.000 kosa kata, tetapi dengan 23.000 buah kata tersebut dapat dibuat jutaan kalimat yang tidak terbatas.
f.         Bahasa itu bersifat universal

Semua bahasa yang ada didunia memiliki ciri-ciri yang sama  satu sama lain. Sebagai contohnya, semua bahasa memiliki bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan. Ciri ini merupakan ciri umum yang dapat membuktikan bahwa bahasa itu bersifat universal.

Tetapi berapa banyak vocal dan konsonan yang dimiliki oleh setiap bahasa, bukanlah persoalan keuniversalan. Bukti dari keuniversalan bahasa adalah bahwa setiap bahasa mempunyai satuan-satuan bahasa yang bermakna, entah satuan yang maknanya kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Namun, bagaimana satuan-satuan itu terbentuk mungkin tidak sama. Kalau pembentukan itu bersifat khas, hanya dimiliki sebuah bahasa maka hal itu merupakan keunikan dari bahasa. Kalau ciri itu dimiliki oleh sejumlah bahasa dalam satu hukum atau satu golongan bahasa, maka ciri tersebut menjadi ciri universal dan keunikan rumpun atau sub rumpun bahasa tersebut.

Ada juga yang mengatakan bahwa ciri umum yang dimiliki oleh bahasa-bahasa yang berada dalam satu rumpun atau sub rumpun, atau juga dimiliki oleh sebagian besar bahasa-bahasa yang ada di Dunia ini sebagai ciri setengah universal. Kalau dimiliki oleh semua bahasa yang ada di Dunia ini beru bisa disebut universal.

g.        Bahasa itu bersifat unik

Setiap kelompok masyarakat memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Bahasa yang mereka gunakan bisanya menyesuaikan dengan latar belaknag mereka itu. Karena itu akan ada perbedaan menyangkut sistem bunyi, sistem-sistem lainnya yang membuat bahasa itu memiliki ciri khas sendiri . Salah satu keunikkan bahasa Indonesia adalah bahwa tekanan kata tidak bersifat morfemis, melainkan sintaksis. Maksudnya, kalau pada kata tertentu di dalam kalimat kita berikan tekanan, maka makna itu tetap. Yang berubah adalah makna keseluruhan kalimat. Hal inilah yang membuat bahasa itu bersifat unik. Kita bisa liat hal ini dari Indonesia yang memiliki banyak sekali bahasa daerah dari berbagai suku bangsa yang berasal dari berbagi tempat yang berbeda-beda.


B.     RAGAM BAHASA

Ragam atau ragam bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan, atau untuk keperluan tertentu. Untuk situasi formal digunakan ragam bahasa yang disebut ragam baku atau ragam standar, untuk situasi yang tidak formal digunakan ragam yang tidak baku atau ragam nonstandar. Dari sarana yang digunakan dapat dibedakan adanya ragam lisan dan ragam tulisan. Untuk keperluan pemakaiannya dapat dibedakan adanya ragam bahasa ilmiah, ragam bahasa jurnalistik, ragam bahasa sastra, ragam bahasa militer, dan ragam bahasa hukum.

Manusia adalah makhluk sosial yang saling berinteraksi dalam masyarakat menggunakan bahasa, dan dalam masyarakat tersebut terdapat bermacam – macam bahasa yang disebut Ragam Bahasa. Indonesia merupakan Negara  yang terdiri atas beribu-ribu pulau, yang dihuni oleh ratusan suku bangsa dengan pola kebudayaan sendiri-sendiri, pasti melahirkan berbagai ragam bahasa yang bermacam-macam dan ini disebut Ragam Bahasa Indonesia.
Pada ragam bahasa yang paling pokok adalah seseorang itu menguasai atau mengetahui kaidah-kaidah yang ada dalam bahasa. Kerena kaidah bahasa dianggap sudah diketahui, uraian dasar-dasar ragam bahasa itu diamati melalui skala perbandingan bagian persamaan bagian perbedaan.

Menurut Bachman (1990), “ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara.”

Menurut Dendy Sugono (1999), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.

Menurut Fishman Ed (1968),suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan.

Jadi bisa kita simpulkan bahwa ragam bahasa adalah variasi dalam pemakaian bahasa, yaitu perbedaan penutur, media, situasi, bidang dan hal lainnya.

Berdasarkan uraian di atas, saya akan jelaskan ragam dari bahasa ini melalui sudut pandang pengklasifikasian tertentu.            

1.  RAGAM BAHASA BERDASARKAN GOLONGAN PENUTUR

Tiap-tiap individu mempunyai gaya tersendiri dalam berbahasa. Perbedaan berbahasa antar individu disebut idiolek sedangkan perbedaan asal daerah penutur bahasa juga menyebabkan variasi berbahasa yang disebut dialek. Namun masih ada banyak hal yang melatarbelakangi banyaknya ragam bahasa yang di gunakan oleh seorang penutur.

a.       Ragam bahasa daerah

Ragam bahasa daerah ini dapat dibagi menjadi idiolek dan dialek. Idiolek adalah ragam atau variasi dari bahasa yang digunakan oleh perorangan. Sedangkan dialek adalah ragam atau variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok orang atau masyarakat pada suatu tempat dan atau waktu tertentu.

b.      Ragam bahasa pendidikan atau profesi

Pendidikan dan profesi merupakan faktor yang banyak mempengaruhi ragam bahasa yang digunakan. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, akan berbeda pemilihan kata serta struktur bahasa yang digunakan. Juga akan berbeda kosakata serta istilah yang digunakan menurut profesi yang digeluti.

Ragam bahasa pendidikan atau profesi terdiri dari ragam bahasa baku dan tidak baku. Biasanya, pada saat seseorang beraasaad di forum formal seperti pendidikan ataupun instansi formal tempat bekerja, seseorang akan menggunakan bahasa baku. Namun jika tidak berada dilingkungan formal, maka mereka cendrung menggunakan bahasa non-formal atau tidak baku.

Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi. 



c.       Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur

Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas.

Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.

2. RAGAM BAHASA BERDASARKAN PEMAKAIAN

a.       Ragam bahasa berdasarkan sarananya

Perbedaan media yang digunakan dalam berbahasa menentukan pula ragam bahasa yang digunakan, sehingga bahasa lisan berbeda dengan bahasa tulisan.

·         Lisan
Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide.

Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan kalimat dan unsur-unsur didalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicara menjadi pendukung didalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan.

Pembicara lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicara lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa dituliskan, ragam bahasa itu tidak bisa disebut ragam bahasa tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri- cirinya tidak  menunjukan cir-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dengan tulisan,  ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis.

Ciri-ciri ragam bahasa lisan adalah :
a. Memerlukan kehadiran orang lain sebagai lawan bicara
b. Unsur gramatikal tidak terlihat atau dinyatakan secara lengkap
c. Terikat ruang dan waktu
d. Dipebgaruhi oleh tinggi rendahnya suara (intonasi)

Kelebihan ragam bahasa lisan :
a. Penggunaannya dapat disesuaikan dengan situasi
b. Lebih efisien
c. Faktor kejelasan karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekanan suara dan gerak anggota badan untuk lebih memperjelas maksud pembicaraannya kepad pendengar.
d. Pembicara dapat segera mengetahui reaksi pendengar terhadap apa yang dibicarakannya.

Kelemahan ragam bahasa lisan :
a. Berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-frase sederhana.
b. Pembicara seringkali mengulang beberapa kalimat.
c. Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan dengan baik, terlebih orang yang telah terbisa menggunakan bahasa daerah setempat dalam berbahasa lisan.
d. Aturan bahasa yang dilakukan tidak formal.

·         Tulisan
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.

Merupakan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Ragam ini berhubungan dengan tata cara penulisan dan kosakata yang menuntut adanya kelengkapan unsur kata seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, pilihan kata yang tepat, penggunaan ejaan dan tanda baca yang benar.

Yang termasuk ragam tulis adalah ragam teknis, ragam undang-undang, ragam catatan, dan ragam surat-menyurat.

Ciri-ciri ragam bahasa tulis :
a. Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
b. Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap.
c. Tidak terikat ruang dan waktu.
d. Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.

Kelebihan ragam bahasa tulis :
a. Informasi yang disajikan bisa dipilih untuk dikemas sebagai media atau materi yang menarik dan menyenangkan.
b. Biasanya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat.
c. Sebagai sarana memperkaya kosakata.
d. Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud, memberikan informasi yang dapat menambah pengetahuan pembaca.

Kelemahan ragam bahasa tulis :
a. Tidak ada alat atau sarana untuk memperjelas pengertian bahasa lisan, sehingga tulisan harus disusun dengan sebaik-baiknya.
b. Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cenderung miskin daya pikat dan nilai jual.

        Karakteristik ragam bahasa tulis adalah sebagai berikut :
-       Accuracy (akurat) yaitu kelogisan segala informasi atau gagasan yang dituliskan
-       Bravety (ringkas) yaitu pengungkapan gagasan yang ringkas, tidak menggunakan kata-kata mubazir.
-       Clarity (jelas) yaitu tulisan mudah dipahami, penalaran jelas, tidak menimbulkan tafsir ganda.
                                        Perbedaan antara ragam lisan dan tulisan (berdasarkan tata bahasa dan kosa kata ) :
 
                                        Tata Bahasa :
                                          - Ragam Bahasa lisan
                                          1.  Nia sedang baca surat kabar.
                                          2. Ari mau nulis surat.
                                          3. Tapi kau tak boleh menolak lamaran itu.
                                          -  Ragam bahasa tulisan.
                                          1. Nia sedang membaca surat kabar.
                                          2. Ari mau menulis surat.
                                          3. Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.
 
                                        Kosa kata :
                                           - Ragam bahasa lisan
                                        1. Ariani bilang kalau kita harus belajar.
                                         2. Kita harus bikin karya tulis.
                                         3. Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak
                                         - Ragam bahasa tulisan
                                        1. Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar.
                                        2. Kita harus membuat karya tulis.
                                        3. Rasanya masih telalu muda bagi saya, Pak.

b.      Ragam bahasa dari sudut pandang bidang atau persoalan

Ragam bahasa yang digunakan pada bidang yang berbeda mempunyai ciri yang berbeda pula, misalnya bahasa jurnalistik berbeda dengan ragam bahasa sastra.

3.  RAGAM BAHASA BERDASARKAN WACANA

a.       Ragam bahasa ilmiah
Ragam ilmiah ialah ragam bahasa keilmuan, yaitu corak dan ciri bahasa yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah. Ragam bahasa ilmiah harus dapat  menjadi wahana  pemikiran ilmiah yang tertuang dalam teks karya ilmiah. Pengertian ragam bahasa ilmiah dan karakteristik ragam ilmiah dalam bahasa Indonesia diuraikan berikut ini.
-       Pengertian Ragam Ilmiah
Ilmiah itu merupakan kualitas dari tulisan yang membahas persoalan-persoalan dalam bahasa Indonesia bidang ilmu tertentu. Kualitas keilmuan itu didukung juga oleh pemakaian bahasa dalam ragam ilmiah. Jadi, ragam bahasa ilmiah itu mempunyai sumbangan yang tidak kecil terhadap kualitas tulisan ilmiah. Ragam ilmiah merupakan pemakaian bahasa yang mewadahi dan mencerminkan sifat keilmuan dari karya ilmiah. Sebagai wadah, ragam ilmiah harus menjadi ungkapan yang tepat bagi kerumitan (sofistifikasi) pemikiran dalam karya ilmiah. Dari pemakaian ragam itu juga bukan saja tercermin sikap ilmiah, melainkan juga kehati-hatian, kecendekiaan, kecermatan,  ke   bijaksanaan (wisdom), dan kecerdasan  dari penulisnya.

Bahasa Indonesia ragam ilmiah merupakan salah satu ragam bahasa Indonesia yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah. Sebagai bahasa yang digunakan untuk memaparkan fakta, konsep, prinsip, teori atau gabungan dari keempatnya, bahasa Indonesia diharapkan dapat menjadi media yang efektif untuk komunikasi ilmiah, baik secara tertulis maupun lisan.

-       Karakteristik Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah
Karakteristik ragam bahasa ilmiah ialah:
(1) mencerminkan sikap ilmiah,
(2) transparan,
(3) lugas,
(4) menggunakan paparan (eksposisi) sebagai bentuk karangan yang utama,
(5) membatasi pemakaian majas (figures of speech),
(6) penulis menyebut diri sendiri sebagai orang ketiga (penulis, peneliti),
(7) sering menggunakan definisi, klasifikasi, dan analisis,
(8) bahasanya ringkas tetapi padat, 
(9) menggunakan tata cara penulisan, dan format karya ilmiah secara konsisten (misalnya dalam merujuk sumber dan menyusun daftar pustaka),
(10) dan menggunakan bahasa Indonesia baku.

Sikap ilmiah yang harus tercermin dalam ragam ilmiah ialah sikap objektif, jujur, hati-hati, dan saksam. Ragam ilmiah bersifat cendekia (intelektual), artinya bahasa Indonesia ragam ilmiah itu dapat digunakan secara tepat untuk mengungkapkan hasil berpikir logis, yaitu mampu membentuk pernyataan yang tepat dan saksama.

Ragam ilmiah  bersifat transparan dalam arti kata-kata itu membawa pembaca langsung ke maknanya; kata-kata yang digunakan hendaknya tidak bermakna ganda (ambigu). Kata-kata yang dipilih hendaknya kata-kata yang denotatif bukan konotatif.

Bahasa ragam ilmiah bersifat lugas, dalam arti menggambarkan keadaan atau fakta sebagaimana  adanya. Ragam ilmiah tidak berbunga-bunga penuh ornamen seperti ragam bahasa sastra. Ragam ilmiah tidak berputar-putar dalam menuju ke satu tujuan, bahasa ragam ilmiah langsung menuju ke sasaran, langsung ke pokok masalah.

Bentuk karangan  utama yang digunakan dalam tulisan ilmiah ialah paparan atau eksposisi, dan dapat diselingi deskripsi,  argumentasi, narasi. Dalam tulisan ilmiah ada sesuatu yang perlu dideskripsikan, kadang diceritakan, atau beberapa definisi diperbandingkan dan dibahas secara lebih tepat. Seperti yang sudah disebutkan, dalam paparan banyak digunakan definisi, klasifikasi atau analisis.

Berbeda dengan tulisan ragam sastra, dalam ragam ilmiah pemakaian majas dibatasi. Majas itu sebenarnya juga menjelaskan, tetapi lebih mengacu pada imajinasi daripada realitas. Dalam ragam sastra, majas dapat menumbuhkan “keremang-remangan” suatu hal yang kadang memang diupayakan dalam karya sastra yang berbentuk puisi. Mengapa majas hanya dibatasi dan tidak disingkirkan? Karena dalam ragam bahasa ilmiah terdapat kata atau istilah yang sebenarnya semula berupa majas, misalnya mewatasi, melahirkan, membuahkan.

Dalam ragam ilmiah, penyebutan bagi orang yang menulis bukan aku atau saya melainkan penulis atau dalam hal laporan hasil penelitian, peneliti, atau kalimat-kalimatnya menggunakan bentuk pasif, sehingga penyebutan penulis dapat dilesapkan.

Ragam bahasa ilmiah bersifat ringkas berpusat pada pokok permasalahan. Kalimat-kalimatnya harus hemat, tidak terdapat kata-kata yang mubazir. Namun kalimat-kalimatnya  harus lengkap, bukan penggalan kalimat.

Ragam bahasa ilmiah harus mengikuti tata tulis karya ilmiah yang standar. Misalnya penggunaan salah satu sistem penulisan rujukan atau catatan kaki  diterapkan secara konsisten, demikian pula dalam menyusun daftar pustaka.

Pemakaian bahasa dalam tulisan ilmiah termasuk pemakaian bahasa dalam situasi resmi. Pemilihan kata (diksi) harus memenuhi beberapa prinsip, yaitu ketepatan, kebakuan, keindonesiaan, dan kelaziman. Dalam prinsip ketepatan, kata yang dipilih secara tepat sesuai dengan yang dimaksudkan. Prinsip kebakuan menekankan pemakaian kata baku. Prinsip keindonesiaan menyarankan penggunaan kata-kata bahasa Indonesia. Prinsip kelaziman, menyarankan penggunaan kata-kata yang sudah umum.



b.      Ragam bahasa populer
Ragam populer adalah ragam bahasa yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari dan dalam tulisan popular, misalnya singkatan bahasa yang sering digunakan ketika seseorang mengirimkan sms kepada temannya.

4. RAGAM BAHASA BERDASARKAN SITUASI PEMAKAIAN

Ragam bahasa juga dipengaruhi oleh situasi pemakaian. Tidak seperti ragam baku tulisan, ragam baku lisan akan berpengaruh terhadap situasi dari pemakaian dan terdapat kemungkinan peniadaan beberapa kata yang dimaksudkan untuk mempersingkat tanpa mengurangi unsur penting yaitu penyampaian informasi. Misalkan, dalam ragam baku tulisan terdapat kalimat :

Saya bertempat tinggal di Bogor.
                    Sedangkan dalam ragam lisan, kalimat tersebut bisa berbentuk seperti :

Saya tinggal di Bogor.

Dalam kebakuan, ragam lisan akan semakin tinggi sebanding dengan situasinya, contohnya seperti saat berbicara dengan orang yang status sosialnya lebih tinggi akan lebih baku ketimbang berbicara dengan yang berstatus sosial sama ataupun lebih rendah.

·   Ragam Baku
Ragam baku adalah ragam bahasa yang dipakai dalam forum resmi. Ragam ini bisa juga disebut ragam resmi.

·   Ragam Tidak Baku
Ragam tidak baku adalah ragam bahasa yang menyalahi kaidah-kaidah yang terdapat dalam bahasa baku.
·   Ragam Bahasa Berdasarkan Bidang
-       Ragam Ilmu dan Teknologi
Ragam ilmu dan teknologi adalah ragam bahasa yang digunakan dalam bidang keilmuan dan teknologi.
-       Ragam Sastra
Ragam satra adalah ragam bahasa yang bertujuan untuk memperoleh kepuasan estetis dengan cara penggunaan pilih jata secara cermat dengan gramatikal dan stilistil tertentu.
-       Ragam Niaga
Ragam niaga adalah ragam bahasa yang digunakan untuk menarik pihak konsumen agar dapat melakuakan tindak lanjut dalam kerjasama untuk mencari suatu keuntungan finansial.
5. RAGAM BAHASA BERDASARKAN TOPIK PEMBICARAAN

Di kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan. Dalam membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ada kalanya digunakan ragam bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang digunakan dalam lingkungan agama akan berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan ekonomi/perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi.

Ragam bahasa yang digunakan menurut pokok persoalan atau bidang pemakaian ini dikenal pula dengan istilah Laras bahasa. Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah kata peristilahan atau ungkapan yang khusus digunakan dalam bidang tersebut, misalnya masjid, gereja, vihara adalah kata-kata yang digunakan dalam bidang agama. Istilah koroner, hipertensi, anemia, digunakan dalam bidang kedokteran.Software, hardware, adalah kata-kata yang umum digunakan dalam bidang Ilmu komputer.

Kalimat yang digunakan pun berbeda sesuai dengan pokok persoalan yang dikemukakan. Kalimat dalam sastra berbeda dengan kalimat-kalimat dalam koran atau artikel.

You Might Also Like

0 komentar

Flickr Images